Suku Baduy adalah suku yang mendiami Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten.
Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).
Suku ini sangat memegang teguh adat istiadatnya hingga saat ini, namun mereka cenderung tertutup untuk budaya baru. Semua pengetahuan mereka warisi turun temurun dan diikuti dengan taat, bukan berarti mereka tidak dapat berkomunikasi dengan dunia luar, malah mereka juga dapat berbahasa Indonesia walau tidak mengenyam bangku pendidikan. Ya, benar masyarakat Baduy mempunyai adat dan beberapa peraturan yang mengikat antara lain tidak boleh bersekolah, dilarang memelihara ternak berkaki empat, tak dibenarkan bepergian dengan naik kendaraan, dilarang memanfaatkan alat eletronik, alat rumah tangga mewah dan beristri lebih dari satu. Untuk itu jika melihat dari sisi globalisasi bagaimana masyarakat Baduy akan berbaur dengan masyarakat dunia lainnya??
Sedang akses mereka sendiri terbatas, pendidikan anak-anak suku Baduy? Bagaimana denganalat media informasi, sedangkan mereka tidak diperbolehkan untuk menggunakan alat elektronik.
Mungkin ini adalah salah satu potret kebudayaan yang masih mengikat warga Indonesia di zaman yang canggih ini. Kebudayaan adalah cerminan jati diri suatu bangsa. Bagaimana pendapat anda dengan kebudayaan ini?
bismonugrohoaji92.blogspot.com
sukubaduy.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar